Catatan ini aku persembahkan untuk ibuku, sebagai ungkapan
betapa bersyukurnya aku telah dibesarkan oleh seorang perempuan yang anggun,
berkarakter, berbudi luhur, pekerja keras dan sangat terampil.
Ibuku adalah putri ke 7, putri dari sesepuh di desa Meling
Lawang, Kabupaten Malang. Sejak kecil,
ibuku sudah sangat dekat dengan bapaknya.
Dari 12 saudara, ibuku mendapat kesempatan membantu Bapaknya mengatur
desa. Meskipun menjadi putri kesayangan
bapaknya, tidak membuatnya menjadi anak yang manja. Dari cerita ibu selama hidup, Meskipun lahir dari seorang ibu dengan adat
ketimurannya yang kental saat itu, ibuku memiliki karakter yang kuat. Pengaruh dari sanak keluarga di sekeliling
rumahnya baginya hanya kerikil tajam, yang harus ia lewati dengan bijak dan
kewaspadaan. Yang baik diterima, yang
jelek jangan dihiraukan.
Sejak muda, ibuku sering terlibat dengan kegiatan keputrian
di desanya. Mulai memimpin rapat PKK, ikut
organisasi pemuda, kursus menjahit, kursus membordir, mengikuti lomba-lomba
kerajinan, bahkan ibuk memiliki jadwal menyanyi. Wah aku saja tidak punya
jadwal sepadat itu.
Ibu memiliki hobby bercocok tanam. Ibu sering mengajakku menanam jagung, menanam
ketela pohon, menanam kacang tanah dan sayur sayuran. Ibu juga bisa merawat pohon pisang dan pohon
pepaya. Selain itu, ibu juga memelihara
ayam. Selalu ada kegiatan di
hari-harinya. Alhamdulillah, ibuk tidak
pernah sakit selama hidupnya. Hanya masuk angin karena hawa di Malang yang
terlalu dingin, atau kecapekan karena sering menjahit.
Meskipun tidak memiliki rumah sendiri, ibuk sangat menjaga
kebersihan rumah. Ia rajin membersihkan
kandang ayam, menyapu halaman, merawat tanamannya dan memperindah rumah dengan
bunga-bunga yang ia tanam. Bunga
kesayangan ibu adalah bunga alamanda. Ibu sangat suka mengkoleksi bunga Sebulan sekali, ibu selalu membeli jamu untuk kesehatan
badannya. Setelah membeli jamu, ibu
selalu menyempatkan diri untuk menikmati keindahan kebun bunga di Sidomulyo
Batu. Selain itu, ibu gemar berkunjung
ke rumah saudaranya untuk menyambung tali silaturahmi. Salah satu famili yang rutin ibu datangi
adalah Mbak Yanti. Ia adalah seorang
penjahit. Mbak Yanti selalu memberi
gratis kain-kain perca sisa dari jahitannya.
Ibuku memanfaatkan kain-kain pemberian itu untuk kerajinan. Mulai dari membuat keset, jampel/kain untuk
melindungi tangan dari panci yang panas, taplak meja, baju-baju kecil untuk
cucunya dan entahlah untuk apa lagi.
Yang jelas, kalau melihat tumpukan kain-kain perca itu aku sering
berfikir “kapan habisnya kain-kain itu”.
Begitulah ibuku, ia tak pernah berhenti berkarya. Yang membuatku salut, ibuk tidak pernah
mengeluh dalam hidupnya. Ibuk juga tak
pernah mengemis kepada anak-anaknya untuk membantu memenuhi kebutuhan
ekonominya. Bahkan keset-keset buatannya sering diletakkan di masjid. Aku lebih rela ketika hasil karya ibu dipersembahkan untuk di masjid daripada dibeli orang lain dengan harga yang tidak setimpal dengan waktu dan tenaga untuk membuatnya. Namun ibuku memiliki hati yang pemurah. Ia bahkan suka memberikan keset kepada anak-anaknya tanpa meminta upah.
Ibuku juga terampil menyulam. Baju-bajuku sejak kecil selalu memiliki
hiasan sulam tangan ibuku. Sejak kecil
ibu selalu membuatkan baju anak-anaknya sendiri. Bajuku dan saudara-saudaraku sering
kembar.
Entah belajar dari siapa, ibuku juga pandai merajut. Baik itu merenda dengan hakpen (yang
istilahnya crochet dalam bahasa Inggris) maupun merajut dengan jarum knit
(dalam bahasa inggris dikenal dengan kata knitting).
Suatu hari aku membuat bros rajutan dan
menunjukkannya. Aku bercerita bahwa aku
sedang berjualan bros rajutan di sebuah toko aksesoris. Betapa bahagia dan tak percaya ibu saat tau
aku juga memiliki keterampilan yang sama dengannya yaitu merajut. Padahal aku belajar dari you tube dan
facebook. Aku pun ikut dalam komunitas
merajut di kota Malang. Setelah tahu kami
memiliki hobby yang sama, aku jadi semakin dekat dengan ibu.
Ibu sangat pandai membuat taplak meja. Yang membuatku takjub, tanpa pattern, ibu bisa membuat sebuah taplak yang cantik. Sedangkan aku harus terpaku pada patter di buku yang aku beli. Ibuku sangat hebat. Aku sangat bahagia waktu itu. Aku bahkan merencakan akan membangun bisnis ini bersama ibu.
Ibu sangat pandai membuat taplak meja. Yang membuatku takjub, tanpa pattern, ibu bisa membuat sebuah taplak yang cantik. Sedangkan aku harus terpaku pada patter di buku yang aku beli. Ibuku sangat hebat. Aku sangat bahagia waktu itu. Aku bahkan merencakan akan membangun bisnis ini bersama ibu.
Aku memiliki rencana, jika nanti sudah berkeluarga, aku akan menjalankan usaha sendiri di rumah. Aku ingin membuka butik kecil-kecilan. Aku bisa memajang hasil kerajinanku di etalase. Betapa indah rencanaku.
Memang benar, manusia berencana... Allah yang menentukan. Ibuku harus memenuhi panggilannya. Betapapun pedihnya dan beratnya, akupun wajib mengikhlaskan kepergian ibuk. Namun kepergian ibuk tidak menyulutkan semangatku. Diselingi tangis dan kerinduanku aku bertekad untuk lebih tegar menghadapi hidup. Dengan kenangan indah selama bersama ibu, aku mendapat kekuatan dari Allah. Semua kegemaran ibu, talentanya, keterampilannya, telah kuwarisi. Berbekal itu, aku ingin lebih gigih berjuang. Aku ingin membangun bisnisku dengan sungguh-sungguh.
Oh ibu, akan aku persembahkan kesuksesanku nanti hanya untukmu. Hari ibu ini, terima kasih kuucapkan kepadamu. Semoga ibu selalu damai dan mendapat kasih sayang berlebih dari Allah dan Rosulnya.
Aku menyangi ibu...